Mentan Sosialisasikan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
Jakarta, Induk KUD – Menteri Pertanian RI telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) No. 12/Permentan/OT.140/2013 tentang pedoman pelaksanaan kredit ketahanan pangan dan energi (KKPE). KKPE merupakan penyempurnaan kredit ketahanan pangan yang sudah berjalan sejak tahun 2000, dan kini ditujukan pada pertani dan peternak mendapatkan permodalan dengan suku bunga bersubsidi. Melalui KKPE, pemerintah ingin mendukung upaya ketahanan pangan nasional dan ketahanan energi sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Dalam sosialisasi KKPE di Grha Padesan, Jakarta, (08/05/2013), Direktur Pembiayaan Kementerian Pertanian Mulyadi Hendiawan menyampaikan hal itu di hadapan seluruh anggota Induk KUD serta kelompok tani.
Nampak hadir dalam sosialisasi itu, Ketua Umum Induk KUD Herman YL. Wutun, Ketua Bidang Usaha Wahyudi Basuki, Sekretaris Induk KUD Zainal Arifin, Direktur Induk KUD Yuzri Suhud, Penasehat Induk KUD Adi Sasono, Dirjen Tanaman Pangan Kementan Udhoro Kasih Anggoro, dan perwakilan dari Bulog dan BRI.
Mulyadi mengatakan, pihak bank memberlakukan bunga 12 persen kepada kreditur kemudian pemerintah mensubsidi 8 persen. Sehingga petani hanya dikenakan biaya bunga 4 persen. Adapun jumlah maksimal kredit per debitur bisa mencapai Rp 100 juta dengan jangka waktu pengembalian selama 5 tahun.
Hingga tahun 2012, Mulyadi memberikan pemaparan plafon dan realisasi KKPE per komoditas. Pada sub sektor tanaman pangan padi, jagung, dan kedelai, jumlah plafon yang tersedia sebesar Rp 1,3 triliun dan terealisasi sebesar Rp 601 miliar. Pada sub sektor perkebunan tebu, dari Rp 2,9 triliun komitmen dana yang diberikan, baru terserap Rp1,7 triliun. Demikian pula pada sub sektor pertanian dari plafon Rp 2,5 triliun, baru terserap Rp 1,3 triliun. “Dari Rp 8,341 triliun kredit ketahanan pangan dan energi tersebut baru terserap Rp 3,8 triliun dalam kurun waktu 2012,” paparnya.
Meski skim kredit berupa pola subsidi bunga, namun sejumlah dilema juga menjadi perhatian Kementan. Dana KKPE 100 persen bersumber dari perbankan, sementara sektor pertanian dianggap perbankan adalah usaha yang memiliki risiko tinggi berupa iklim,hama, penyakit, musiman, harga, dan pasar, sehingga bank memilih menyalurkan kredit pada usaha yang risikonya lebih rendah. Belum lagi tambahan agunan yang harus dimiliki petani, sementara banyak petani tidak memiliki agunan.
Dari sosialisasi KKPE kepada anggota Induk KUD tersebut, sejumlah Pusat KUD disejumlah provinsi siap melakukan audensi dan tindak lanjut pelaksanaan KKPE tersebut. Ketua Umum Induk KUD menyampaikan porsi masing-masing Pusat KUD agar merekomendasikan 10 KUD di wilayah masing-masing yang dinilai memiliki kelayakan usaha dan organisasi yang sehat. (D**)